Maaf, Teh. Aku Tak Paham.

26 November 2014,

Sudah 2 tahun semenjak musibah itu, tapi rasanya sudah lama sekaliĀ  Teh, sudah lama sekali aku menghubungi teteh, saling bertanya kabar, saling bercerita. Karena semakin lama ingatan tentang teteh semakin hilang. Entah karena apa, aku tak paham.

Sudah 2 tahun Teh, Kami sekarang melanjutkan PPG di UPI, teteh dan kang gegeut harusnya berada di sini. Aku bisa membayangkan bagaimana teteh ikut ngantri makan di dinning hall, atau jadi yang paling antusias waktu acara studi wisata ke Ciwedey, atau jadi yang paling aktif di acara outbond. Dan aku juga bisa membayangkan ide-ide dan pertanyaan-pertanyaan brilliant yang terucap dari lisan teteh bila ada forum-forum dan seminar.

Aku bisa membayangkan teteh berada di antara kami. Tapi entah kenapa, bayangan itupun hanya sesekali hadir. Ingatan tentang teteh semakin hilang.

Sudah 2 tahun teh. Agustus lalu kami menghadiri acara kumpul MBMI, hampir sebagian besar SM-3T angkatan kita hadir semua di acara itu. Aku juga membayangkan teteh hadir di sana. Dan aku yakin, teteh akan menjadi orang yang paling antusias untuk berkenalan dengan guru Sm-3T dari tempat lain. Aku yakin itu.

Hanya saja, saat video itu ditayangkan, bayangan itupun hilang, tak mungkin seorang hadir pada acara dimana video kenangan wafatnya ditayangkan, kan? Tak mungkin juga kami menangis saat melihat video tersebut jika teteh dan kang geugeut memang ada di antara kami?

Sudah 2 tahun teh, kuliah lalu PPL, semua kami jalani. Datar.

Hanya saja, selama 2 tahun ini sulit bagi kami untuk selalu mengingat teteh, mengingat kang geugeut, mengingat bahwa memang ada orang-orang yang sangat ikhlas dan rela untuk mengabdi dan berbhakti pada negeri ini. Sulit bagi kami untuk mengingat kalian berdua. Ketika kami merasa tidak dihargai, merasa kalau kerja tidak sesuai dengan imbalan yang diberikan, merasa kalau tugas terlalu berat, merasa ini, merasa itu, merasa serba kekurangan.

Selama 2 tahun ini, sulit sekali teh, untuk meluruskan niat, seperti yang selalu teteh anjurkan.

Sudah 2 tahun teh, semakin aku paham sulitnya ikhlas dan rela dalam berbakti, semakin aku tidak mengenal teteh. Rasanya sulit membayangkan sosok yang benar-benar nyata, sosok yang seperti teteh. Sedang di sini rasanya niat kami terus-terusan diuji.

Semakin aku paham sulitnya ikhlas dan rela, semakin aku tidak memahami Teteh. Seorang yang memiliki banyak kelebihan, banyak potensi, lebih memilih untuk mengabdi, padahal begitu banyak peluang dan kesempatan untuk teteh.

Sungguh aku tak paham teh.

Sudah 2 tahun teh, ingatan tentang teteh, sosok teteh yang aku kenal, perlahan menghilang. Barangkali, karena sikap tidak peduli sudah menerkam prinsip kami. Bahwa urusan orang lain bukanlah urusan kami. Bahwa keadaan kampung halaman dan sekitar bukan jadi tanggung jawab kami.

Barangkali, karena rasa ingin dihargai telah merasuki jiwa kami. Sehingga sangat sulit dan berat melaksanakan tugas-tugas yang tidak ada manfaatnya bagi kami sendiri walaupun hal tersebut bermanfaat bagi orang lain. Sehingga, kami mengeluh, mengeluh, dan mengeluh lagi untuk tugas yang diberikan, untuk imbalan yang diberikan.

Barangkali, karena kami sudah lupa bahwa hidup ini bukanlah segalanya, bahwa tujuan kita ada di sana. Di akhirat kelak.

Barangkali, karena kami sudah lelah Teh. Lelah dengan keadaan yang sepertinya tidak mau berubah walau kami mencoba merubahnya.

Barangkali…

Ahh….

Perlahan ingatan tentang semangat teteh dan kang geugeut mulai memudar.

Maaf, kami hanya mengingat teteh dalam peristiwa 2 tahun lalu, mengenangnya secara simbolis saja, lupa bagaimana semangat pengabdian teteh.

Maaf, kami hanya mengingat teteh dalam peristiwa 2 tahun lalu, tanpa ingat bagaimana seharusnya kami mengingat teteh.

Maaf Teh…

Aku lupa dan tak paham, apa arti pengabdian.