9 Maret tahun ini hampir terlupa.
Kalau bukan karena pesan dari si teteh hari kemarin.
Selepas maghrib tadi, mengeraskan suara ponsel,
Berbincang tiga lawan tiga.
Saya, Umu Aza, dan Aza.
Di seberang sana ada si bungsu, tetehnya si bungsu, yang ternyata sengaja pulang dari pondok untuk kasih kejutan.
Setelah ucapan selamat, beberapa doa yang diaminkan beliau, obrolan dilanjutkan dengan curhatan beliau.
Tentang kesedihan di usia 67 ini, saya terpikir mungkin karena kami yang belum bisa mengangkat derajat beliau. Prasangka tersebut terbantahkan oleh kata-kata beliau. “Bapak mah teu kapikiran kitu. Bapak mah kapikiran bapak ayeuna geus kolot, jadi teu leluasa deui ngalakukeun ibadah jeung amal-amal kebaikan.” Ah… Bapak.
Saya sadar saat ini,
Usia bukanlah lagi tujuan dari segala pengharapan.
Ada asa yang lebih tinggi, ada rekah senyum yang jauh lebih bermakna,
Tentang kasih sayang yang terkadang tak perlu ditunjukkan dengan segara,
tapi selalu dirasakan oleh kami semua hingga berbuah harapan akan balasan kebaikan
Kami tahu, kasihmu tak akan menua bersama senja
Terima kasih telah menjadi Bapak juara satu di seluruh dunia. Semoga Allah mempertemukan kita di surga-Nya kelak karena saya yakin sisa umur kita akan terlalu singkat untuk puas hidup dan membahagiakan Bapak.