Ibu

​Tak pernah ada cinta yang bisa semurni cinta Ibu

Tak pernah meminta lebih 

Tak pernah menginginkan lebih 

Penerimaannya paripurna 

Lalu jarak itupun hadir 

Menghadirkan detik 

Menghadirkan detak 

Hari yang sudah tak ada guna 

Tak penting 

Tak perlu 

Saat kau tahu dadamu sesak akan kerinduan sosoknya 

Mungkin membelai rambutmu 

Mungkin bercerita tentang kejadian di pasar tadi pagi 

Mungkin tentang keadaan kampung yang tidak seperti dulu 

Mungkin tentang pengajian 

Mungkin 

Lalu jarak itupun hadir 

Menawarkan sendu 

Meracuni kalbu 

Hari yang penuh rindu 

Tak tahu harus berbuat apa 

Saat tangis itu terdengar di seberang sana

Sementara di sini tak juga kau temukan cinta yang separipurna cinta ibu 

Ah… Aku rindu..

Spasi

Ada saatnya dinding adalah kawan yang paling pandai diajak berbincang,
Tentang apa saja.
Kekhawatiran,
Ketakutan,
Bahkan hanya sekedar obrolan tentang jalanan yang semakin hari semakin padat.
Dan ada kalanya langit-langit adalah seorang pendengar yang baik,
Kau hanya perlu merebahkan badanmu,
Menghadapkan wajahmu ke atas,
Membiarkan matamu tersilau lampu kamar,
Lalu mulailah bercerita.

12728499_1567567753561140_603836868_n

Continue reading

Merantaulah, dan kau kan tahu apa arti rindu sesungguhnya.

Sore itu, selepas pulang dari kantor, dengan sedikit lelah dan lesu mengendarai si abu-abu melintasi gang-gang di kampung baru. Beberapa kali terkantuk, hampir menabrak kendaraan dan pembatas jalan, mata memang sudah tidak bisa lagi dikompromi. Sampai di jalan utama, teringat bahwa di rumah belum ada ta’jil untuk maghrib ini. Maka saya bawa si abu menuju pasar di dekat rel kereta. Tepat menuju tukang gorengan.

Setelah beberapa kali ditanya mba pedagang gorengan, tentang jumlah gorengan yang hendak dibeli, akhirnya deal juga. Entah kenapa, serasa kabur, mungkin mba tersebut juga heran dengan pembelinya. Ditanya kok ngelamun terus. Ditanya kok galau terus. Beli gorengan aja kok kayak milih pasangan hidup.

Selepas beli gorengan lanjut ke rumah, masih dengan perasaan yang sama. Sampai-sampai hampir kelupaan gang senen, dan berhenti mendadak di tengah jalan, konstan membuat pengendara yang lain di belakang nge-klakson keras.

ah… bloody hell, what’s wrong with me.?

Sampai ke rumah, tak ada satupun tanda-tanda penghuni, syukur sudah duplikasi kunci, bener kata kyai, akan kerepotan kalau saya sendiri tidak membawa kunci.

Setelah dengan berat hati melepas sepatu, memasukkan si abu ke dalam rumah, dan mengganti pakaian, saya rebahkan badan di atas karpet di ruang depan. Menatap layar handphone dengan kebas.

Babeh, tangan dengan refleks menekan tombol panggil.

Continue reading