Krisis Percaya Diri, Menulis Solusinya

Semenjak 2 minggu lalu, entah kenapa saya merasa ada yang salah dengan diri saya. Rasanya keluar jalur. Bukan ke hal yang buruk. Hanya saja terasa hambar.

Bangun pagi, beres-beres rumah, berangkat kantor, kerja, pulang sore, tidur, bangun lagi. Seperti biasa, tapi entah kenapa terasa hambar. Tak ada gairah.

Terkadang memang ada aktivitas yang menambah semangat, diajak jogging, keliling Bandarlampung. Tapi setelah balik ke rumah, kembali hambar.

I keep asking my self, what’s wrong with me?

Ruhiyah turun? Alhamdulillah, target yaumiyah kejaga. Tapi entah kenapa, hambar aja gitu. Sampai suatu sore, Naufal satunya posting tentang Impostor Syndrome (link nya di sini). Saya jadi paham bahwa yang saya alami adalah kehilangan kepercayaan diri.

Setelah membaca postingan tersebut, dan mencocokan dengan apa yang saya rasakan, saya tahu ternyata yang saya rasakan beberapa waktu ini adalah suatu keadaan dimana semua yang saya lakukan hanyalah sebuah kebohongan belaka, semua yang saya kerjakan hanya kamuflase, semua yang saya dapatkan hanya keberuntungan semata,

I’m good for nothing.

Asli, saya benar merasakan seperti itu. Benar merasakan seperti itu akhir-akhir ini. Pantas saja saya merasakan kalau akhir-akhir ini terasa hambar semua, terasa tidak ada feel-nya, datar saja.

Saya periksa lagi artikel tersebut, usut punya usut, bila mengambil rujukan dari artikel tersebut, ternyata penyebab kehambaran yang saya rasakan adalah rentetan kejadian di tahun ini yang membuat saya merasakan apa namanya ‘kegagalan’.

Bukannya berkilah, sebenarnya bukan kegagalan yang membuat saya merasa kecewa, tapi perasaan tidak bisa memberikan yang terbaik bagi orang sekitar lah yang membuat saya ‘hambar’.

I felt not good enough for everything I do. That’s all.

Dan saya tahu, perasaan ini bila diteruskan tidak akan membawa efek yang tida baik bagi diri saya. Coba bayangkan kalau misalnya terus-terusan saya biarkan, kemudian ruhiyah turun, maka tidak salah lagi, futur yang ada.

And I don’t wanna feel that thing anymore.

Maka saya baca keseluruhan artikel tersebut, dan memang di dalamnya ada 5 tahap yang harus dilakukan untuk mengembalikan kepercayaan diri, dan saya coba ikuti kesemuanya.

  1. Saya mencoba jujur dengan menuliskan apa yang sebenarnya ingin saya capai. Apa yang seharusnya saya gapai, walaupun saya tahu hal itu sudah mungkin lagi dilakukan.  Tahapan ini membuat saya tak kuasa menahan air mata. tak kuasa menahan rasa sedih dan kecewa yang saya rasakan atas semua kegagalan dan ketidaktercapaian yang saya rasakan. Setiap poin yang saya tuliskan seperti mengiris hati saya.
  2. Saya coba menuliskan apa yang masih saya punya saat ini dibandingkan dengan apa yang saya tuliskan di tahap pertama. Keluarga, sahabat, kerabat, kawan-kawan, semua orang yang senantiasa mendukung saya, baik secara material dan emosional. Kemudian saya ingat, saya masih punya Allah. Yang Maha Tahu apa yang terbaik bagi saya. Di sini sayapun kembali menangis, menangis karena rasa syukur yang terkira atas setiap anugerah yang Dia berikan. Lewat keluarga, lewat orang terdekat, lewat kejadian-kejadian yang Dia siapkan bagi saya. Lewat semua karunia-Nya yang tak terbilang. Dan sayapun meresa malu karena sempat kecewa dengan ketetapan-Nya.
  3. Saya menuliskan apa ide dan usaha yang saya lakukan saat itu agar tujuan saya tercapai. Setiap usaha yang saya lakukan, yang menurut saya terbaik, ahsan, saya list satu persatu. Hal ini membuat saya merasa lega, bahwa saya memang sudah melakukan hal yang terbaik yang saya bisa lakukan. Ikhtiar saya sudah saya maksimalkan. Memang Allah Yang Maha Mengatur.
  4. Saya membuat daftar apa yang saya lakukan dan kemungkinan apa yang akan saya dapatkan. Saya mencoba jujur, saya mencoba ikhlas dengan keadaan saya sekarang, saya mencoba memikirkan setiap kemungkinan yang akan terjadi, yang bisa saya dapatkan. Hal ini membuat saya ‘nerimo’ bahwa memang inilah ketetapan Allah, yang sudah Dia siapkan untuk saya. In sya Allah saya ikhlas.
  5. Saya mulai membuat daftar apa impian saya di masa yang akan datang. 1 tahun yang akan datang. 5 tahun yang akan datang. Saya membuat capaian-capaian lagi. Rasanya seperti membuat rencana masa depan kembali. Rasanya seperti mempunyai harapan lagi.

Tulisan tersebut selesai. dan Alhamdulillah. PLONG..!!!

Perasaan lega muncul dengan berakhirnya tulisan tadi. Bukannya apa, tapi saya merasakan yang namanya, “Ya Sudahlah, toh Allah sudah mengatur, ikhtiar juga gue sudah maksimalkan, biar jadi amal shalih yang kemaren mah “

Dan akhirnya saya sampai ada kesimpulan, bahwa memang menulis itu self-healing therapy. Menulis sebagai salah satu ikhtiar kita dalam menyembuhkan apa yang kita rasakan, sambil terus berdoa, karena pada akhirnya Allah yang menyembuhkan.

Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku.” [QS Asy Syu’ara: 80]

2 thoughts on “Krisis Percaya Diri, Menulis Solusinya

  1. Itupun yang dilakukan pak Habiebie untuk mengusir rasa sedihnya ketika ditinggal ibu ainun. Writing… Writing… Writing. In sya Allah opal sudah memberikan yg terbaik dan akan berusaha mmberikan yg jauh lbh baik untk sekitar. 🙂

    Like

Leave a comment